Notification

×

Kategori Artikel

Cari Artikel

Iklan

Iklan

Indeks Artikel

Tag Terpopuler

Validitas Tes

Senin, 13 Desember 2021 | 20.56 WIB Last Updated 2021-12-28T17:23:44Z
Validitas Tes
Ilustrasi Validitas Tes

 
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang lebih luas. Penilaian program pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program dan sarana pendidikan. Penilaian proses belajar-mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa dan keterlaksanaan program belajar-mengajar. Sedangkan penilaian hasil hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jang kapanjang. Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
 
Proses pemberian nilai tersebut berlangsung, baik dalam bentuk validitas maupun reliabilitas. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas hasil penilaian) sangat tergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada cara pelaksanaannya. Berdasarkan beberapa data di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang kamiakan jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang “Validitas Tes’’. Agar dapat lebih memahami apa itu sebenarnya validitasdan reliabilitas serta lebih memahami bagaimana mengetahui suatu alat penilaian dikatakan mempunyai kualitas yang baik.

Pengertian Validitas
Validitas berasal dari kata ’’validity’’ yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).
 
Validitas adalah ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi, jadi jika data yang dihasilkan dari sebuah instrument valid, maka dapat dikatakan bahwa istrumen tersebut valid, karena dapat memberikan gambaran tetang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya jadi jika data yang dihasilkan oleh instrument benar atau valid, sesuai kenyataan, maka instrument yang digunakan tersebut juga valid.
 
Prinsip validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan.
 
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
 
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B (Azwar: 1997).
 
Macam-macam Validitas 
 
Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris. 

a. validitas logis
istilah ’’validitas logis’’ mengandung kata ’’logis’’ berasal dari kata ’’logika’’ yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrument yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrument yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas lain misalnya membuat sebuah karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang, tentu secara logis karangannya sudah baik.
 
Dari penjelasan tersebut kita dapat memahami bahwa validitas logis dapat dicapai apabila instrument disusun mengikuti ketentuan yang ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya tetapi langsung diperoleh sesudah instrument tersebut selesai disusun. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrument, yaitu: validitas isi dan validitas konstrak.

b. Validitas Empiris
istilah validitas empiris memuat kata empiris yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Sebagai contoh sehari-hari, seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Contoh lain, seseorang dikatakan kreatif apabila dari pengalaman dibuktikan bahwa orang tersebut sudah banyak menghasilkan ide-ide baru yang diakui bebeda dari hal-hal yang sudah ada.
 
Dari penjelasan contoh-contoh tersebut diketahui bahwa validitas empiris dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui pengalaman. Ada dua macam validitas empiris, yakni validitas ada sekarang dan validitas prediksi.
 
Dari uraian diatas ada dua jenis validitas, yakni validitas logis yang ada dua macam, dan validitas empiris yang juga ada dua macam, maka secara keseluruhan kita mengenal adanya empat validitas, yaitu: 

1) Validitas Isi (Content Validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
 
Misalnya: tes bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini dia berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.
 
2) Validitas konstruksi (Construct Validity)
Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang diukurnya. Sebuah tes dikatakan memeiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur aspek berpikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan instrusional.
 
Contoh: siswa dapat membandingkan antara efek biologis dan efek psikologis, maka butir soal pada tes merupakan perintah agar siswa membedakan antara dua efek tersebut.
Konstruksi dalam pengertian ini bukanlah susunan seperti yang sering dijumpai dalam teknik, tetapi merupakan rekaan psikologis yaitu suatu rekaan yang dibuat oleh para ahli ilmu jiwa. Seperti halnya validitas isi, validitas konstruksi dapat diketahui dengan cara memerinci dan memasangkan setiap butir soal dengan setiap aspek dan tujuan instrusional khusus. Pengajarannya berdasarkan logika, bukan pengalamannya.
 
3) Validitas bandingan/ "ada sekarang" (Concurrent Validity)
Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah ’’sesuai’’ tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang).
 
Contoh: seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum. Untuk ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki. Misal nilai ulangan harian atau nilai sumatif yang lalu.
 
4) Validitas ramalan/ prediksi (Predictive validity)
Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu menganai hal yang akan datang yang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Misalanya tes masuk keperguruan tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan mampu meramalkan keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah dimasa yang akan datang. Calon yang tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan mencerminkan tinggi rendahnya kemampuan mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi tentu menjamin keberhsilannya kelak. Sebaliknya seorang calon dikatakan tidak lulus tes karena memiliki nilai tes yang rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu mengikuti perkuliahan yang akan datang.
 
Cara Mengukur Validitas
Pekerjaan untuk mencari validitas suatu alat ukur disebut validation. Prinsip dari validation adalah membandingkan hasil-hasil dari pengukuran faktor dengan suatu kriterium, )suatu ukuran yang telah dipandang valid untuk menunjukkan faktor yang dimaksud). Jadi misalnya suatu alat pengukur hendak menyelidiki faktor ketelitian kerja, maka harus diambil lebih dahulu suatu kriterium yang telah dipandang mencerminkan suatu ketelitian kerja. Melalui kriterium itulah kemudian hasil dari pengukuran faktor ketelitian kerja disoroti, Jika hasil pengukuran faktor ketelitian kerja menunjukkan besarnya ketelitian kerja yang sesuai dengan kriterium, maka alat pengukur itu dipandang valid.
 
Ada dua jenis kriterium yang digunakan untuk menguji kejituan alat pengukur, yaitu : 

a. Kriterium luar (external criterion)
Yaitu suatu kriterium yang diambil dari luar (external) alat itu sendiri. Misalnya : suatu tes tentang ketelitian kerja, diuji validitasnya dengan prestasi kerja yang sesungguhnya sebagaimana ditunjukkan oleh catatan-catatan hasil kerja atau penilaian pimpinan unit. 

b. Kriterium dalam alat (internal criterion)
Yaitu suatu kriterium yang diambil dari dalam (internal)alat itu sendiri. Biasanya diambil hasil keseluruhan pengukuran atau total score sebagai kriteriumnya. Misalnya, kita ingin mengukur intelegensi (yang terdiri dari faktor-faktorl; daya analisa, daya klarifikasi, daya ingatan, daya pemahaman, daya kritik dan sebagainya), maka untuk menguji apakah sekelompk item benar-benar mengukur daya analisa, misalnya, jawaban-jawaban terhadap item daya analisa dicocokkan dengan hasil tes secara keseluruhan atau total score-nya. Antara nilai total harus terdapat korelasi yang positif (tinggi dan cukup meyakinkan). Kecocokkan antara hasil-hasil dari item yang disangka mengukur suatu faktor dengan suatu kriterium yang dipandang telah valid disebut factorial validity atau validitas faktor, di mana besar kecilnya validitas faktor tergantung kepada besar kecilnya kecocokan itu.

Validitas alat tes berkaitan dengan ketepatan dan kecermatan alat tes tersebut dalam melakukan fungsi tes atau fungsi ukurnya. Menurut buku Standards, yang ditulis oleh Asosiasi Psikolog Amerika (APA), validitas mengacu pada derajat dimana bukti dan teori menyokong interpretasi dari skor tes dan mengacu pada tujuan tes. Validitas adalah hal yang paling mendasar dalam pengembangan dan evaluasi tes. Proses validasi meliputi akumulasi, membuktikan tujuan dari evaluasi tersebut, bukan terhadap test itu sendiri. Pada alat tes biasanya validitas akan dihitung secara statistik dan dalam bentuk rumusan angka.
 
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Validitas
Banyak faktor yang menyebabkan hasil asesmen tidak valid. Beberapa di antaranya tampak jelas dan mudah untuk menghindarinya. Tidak ada guru yang akan berpikir untuk mengukur pengetahuan biologi dengan asesmen matematika. Demikian pula juga tidak ada guru yang akan mengukur kemampuan memecahkan masalah (problem solving) biologi kelas 7 SMP dengan menggunakan asesmen yang didesain untuk kelas 12 SMA. Dalam dua contoh tersebut sudah sangat jelas hasil asesmen akan menjadi tidak valid. 

Faktor yang mempengaruhi validitas tes antara lain: 

a. Faktor dari dalam tes itu sendiri
Pengujian terhadap butir tes secara hati-hati akan menunjukkan apakah tes yang digunakan untuk mengukur isi materi atau fungsi -fungsi mental yang akan diakses oleh guru. Bagaimanapun juga, beberapa faktor berikut dapat menjaga butir tes dari fungsi yang dikehendaki dan dengan demikian juga terjaga dari rendahnya validitas hasil asesmen. Lima faktor yang pertama dapat diterapkan sejajar dengan asesmen penampilan siswa secara luas serta tes-tes tradisional. Lima faktor yang terakhir lebih diterapkan secara langsung terhadap tes pilihan dan tes dengan jawaban singkat dengan jawaban benar atau salah.
  1. Petunjuk yang tidak jelas. Petunjuk yang tidak jelas menyebabkan siswa kehilangan waktu untuk sekedar memahami petunjuk pengerjaan atau bahkan tidak dapat melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
  2. Penggunaan kosa kata dan struktur kalimat yang sulit. Penggunaan kosa kata atau struktur kalimat yang sulit dapat menyebabkan siswa terjebak untuk pemahaman terhadap pemahaman maksud dari sebuah pertanyaan bukan untuk menyelesaikan pertanyaan itu sendiri.
  3. Ambiguitas. Ambiguitas yaitu adanya kemungkinan multi tafsir juga menyebabkan menurunnya validitas sebuah tes.
  4. Alokasi waktu yang tidak cukup. Seyogyanya sebuah tes disediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan seluruh butir tes yang ada. Kekurangan waktu dalam menyelesaikan sebuah tes bisa jadi bukan karena siswa tidak mampu untuk menyelesaikan tesnya tetapi karena keterbatasan kesempatan untuk mengerjakannya.
  5. Penekanan yang berlebihan terhadap aspek tertentu, sehingga terlalu mudah ditebak kecenderungan dari jawaban soal akan menyebabkan menurunnya tingkat validitas soal.
  6. Kualitas butir tes yang tidak memadai untuk mengukur hasil belajar. Kualitas yang tidak memadai misalnya tes dimaksudkan untuk megukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) jelas tidak cukup hanya digunakan tes yang bersifat untuk mengungkap pengetahuan faktual saja.
  7. Susunan tes yang jelek.
  8. Tes terlalu pendek.
  9. Penyusunan butir tes yang tidak runtut .
  10. Pola jawaban yang mudah ditebak, misalnya pada soal pilihan ganda jawabannya adalah A semua, atau B semua atau menunjukkan pola tertentu misalnya D, C, B, A, D, C, B, A, dan sebagainya.
b. Faktor administrasi dan skor
Pemberian skor terhadap jawaban siswa (testee) harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai salah tulis atau meremehkan selisih angka walaupun hanya sedikit. Hal ini akan menyebabkan hasil pengujian terhadap validitas akan memberikan makna yang berbeda.
Berikut beberapa contoh faktor yang sumbernya yang berasal dari proses administrasi dan skor.
  • Waktu pengerjaan tidak cukup sehingga siswa dalam memberikan jawaban dalam situasi yang tergesa – gesa.
  • Adanya kecurangan dalam tes sehingga tidak bisa membedakan siswa yang belajar dengan yang melakukan kecurangan.
  • Pemberian petunjuk dari pengawas yang tidak dapat dilakukan semua siswa.
  • Teknik pemberian skor yang tidak konsisten, mislanya pada tes essay, juga dapat mengurangi validitas tes evaluasi.
  • Siswa tidak dapat mengikuti arahan yang diberikan dalam tes baku.
  • Adanya orang lain yang bukan siswa yang termasuk dan menjawab item tes yang diberikan.
 
c. Faktor tanggapan siswa
Seringkali terjadi bahwa interpretasi terhadap item – item tes evaluasi tidak valid, karna dipengaruhi oleh jawab siswa dari interpretasi item – item pada tes evaluasi. Sebagai contoh, sebuah tes para siswa menjadi tegang karena guru mata pelajaran tersebut “killer” galak dan sebagainya. Sehingga siswa yang mengikuti tes tersebut banyak yang gagal. Contoh lain, ketika siswa melakukan tes penampilan keterampilan, ruangan terlalu ramai atau gaduh sehingga siswa tidak dapat berkonsentrasi dengan baik. Ini semua dapat mengurangi nilai validitas instrumen evaluasi.
 
Tanggapan siswa yang tidak serius biasanya dijumpai pada saat siswa diminta untuk mengisi sebuah angket. Hal ini akan menyebabkan siswa mengisi angket secara sembarangan karena merasa tidak penting maupun alasan -alasan yang lain. Oleh karena itu berikan angket pada waktu dan kondisi yang tepat .
 
d. Hakikat kelompok dan kriteria
Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa validitas bersifat spesifik. Sebuah asesmen atau instrumen alat ukur mungkin hanya valid untuk kelompok tertentu saja dan tidak valid untuk kelompok yang lain. Sebagai contoh misalnya sebuah tes diujicobakan pada sekelompok siswa pada sebuah sekolah dengan kualitas biasa –biasa saja tentu akan berbeda hasilnya jika tes yang sama diberikan pada sekelompok siswa pada sekolah yang favorit.

Simpulan
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Sebuah tes dikatakan valid jika ia memang mengukur apa yang seharusnya diukur.
Ada 4 (empat) macam validitas yang berasal dari dasar pembagian jenis di atas yaitu : 

a. Validitas Logis.
  1. Validitas Isi (content validity).
  2. Validitas Konstruksi (construct validity).
b. Validitas Empiris .
  1. Valditas” ada sekarang” (concurrent validity).
  2. Validitas ramalan (predictive validity).
Cara mengukur validitas, Melalui kriterium itulah kemudian hasil dari pengukuran faktor ketelitian kerja disoroti, Jika hasil pengukuran faktor ketelitian kerja menunjukkan besarnya ketelitian kerja yang sesuai dengan kriterium, maka alat pengukur itu dipandang valid.
 
Ada dua jenis kriterium yang digunakan untuk menguji kejituan alat pengukur, yaitu :
Yaitu suatu kriterium yang diambil dari luar (external) alat itu sendiri. Misalnya : suatu tes tentang ketelitian kerja, diuji validitasnya dengan prestasi kerja yang sesungguhnya sebagaimana ditunjukkan oleh catatan-catatan hasil kerja atau penilaian pimpinan unit. Yaitu suatu kriterium yang diambil dari dalam (internal)alat itu sendiri. Biasanya diambil hasil keseluruhan pengukuran atau total score sebagai kriteriumnya.
 
Faktor yang mempengaruhi validitas tes antara lain:
  • Faktor dari dalam tes itu sendiri
  • Faktor administrasi dan skor
  • Faktor tanggapan siswa
  • Hakikat kelompok dan criteria
×
Artikel Terbaru Update